Sungguh rugi dan berbahayanya seorang muslim jika kurang menyukai pahala. Seorang ahli zuhud berkata, “Saya tidak mengerti bahwa seseorang yang telah mendengar tentang surga dan neraka kalau ada waktu yang tidak ia gunakan untuk taat kepada Allah Swt dengan melakukan dzikir, shalat, membaca atau berbuat kebaikan.”
Sarana yang paling kuat setelah penunjuk Allah Swt bagi seorang hamba untuk masuk surga adalah beramal, sebagaimana firmannya,
ٱلَّذِينَ تَتَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَٰمٌ عَلَيْكُمُ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Arab-Latin: Allażīna tatawaffāhumul-malā`ikatu ṭayyibīna yaqụlụna salāmun ‘alaikumudkhulul-jannata bimā kuntum ta’malụn
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs An-Nahl:32)
BACA JUGA : ADAB-ADAB BERDOA AGAR DIKABULKAN HAJATNYA
Apabila seorang hamba telah mencintai akhirat maka ia akan mengalah dari kehidupan dunia. Ia singsingkan lengan baju dan berupaya semaksimal mungkin hingga tidak ada saat pun berlalu tanpa ketaatan untuk taqarrub kepada Allah Swt.
Jika seorang hamba kurang menyukai kenikmatan ukhrawi yang ada di sisi Allah Swt yang telah disediakan bagi orang yang taat, sesungguhnya hal itu akan mengundurkan ketaatannya dan ibadah kepada Allah Swt.
Karena tidak adanya motivasi yang mendorong dirinya untuk melakukan ketaatan. Kurang menambahkan pahala dan balasan di akhirat dapat menjadikan suatu kesalahan kepada Allah Swt menjadi kebiasaan.
Sebagai sutu contoh yang sederhana dalam hal ini, yaitu dalam melaksanakan shalat. Di mana di sana terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara pelaku shalat yang merasa akan pentingnya shalat dan besarnya pahala bagi pelaku shalat dengan orang yang melakukan shalat hanya sebatas kebiasaan bagaikan gerakan-gerakan akan rutinitas antara ruku dan sujud. Hingga seakan-akan ia hanya melakukan latihan olahraga.
Berbeda sekali antara orang yang melakukan shalat dengan menghayati dan merasakan firman Allah Swt,
قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ . ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ
Arab-Latin: qad aflaḥal-mu`minụn. Allażīna hum fī ṣalātihim khāsyi’ụn
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, Artinya: (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Qs Al-Muminun: 1-2)
Berbeda dengan orang yang melakukan tanpa ada rasa ingin mendapat pahala shalat yang ia lakukan. Kalau sekiranya siapa merasakan adanya pahala bagi setiap ibadah yang dilakukannya, rizki yang pernah kebaikan yang melimpah dan niscaya ia tidak akan merasa putus asa serta tidak akan dilanda rasa jenuh dan bosan.
Dari Ma’qal bin Yasar, ia berkata Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam bersabda, “Melakukan ibadah saat banyaknya pembantaian dan cobaan adalah bagaikan melakukan hijrah kepadaku.”
Imam Al Nawawi berkata, “Yang dimaksud dengan bagaikan melakukan hijrah kepadaku adalah besar pahalanya sama dengan pahala berhijrah. Dan barang siapa menyadari adanya pahala, karunia dan kemurahan sisi Allah Swt bagi si pelaku ketaatan. Maka akan terasa ringan baginya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Barang siapa yang mengabaikan hal tersebut maka ketaatan akan terasa berat untuk dia lakukan. Bahkan ia akan meninggalkan ketaatan itu. Sudah sepatutnya bagi orang yang multazim mempunyai banyak ibadah dan banyak perbuatan-perbuatan lain yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt, karena dia adalah orang yang berilmu dan berpengetahuan oleh karena itu ia harus banyak beramal.”
Jangan sampai seorang muslim kurang minat untuk melakukan suatu amal kebaikan dari sekian banyaknya amal-amal kebajikan yang dapat lebih mendekatkan kepada Allah Swt. Sebab di jalan itu sangat jauh membutuhkan bekal yang cukup dan bakatnya adalah ibadah.
Maka jadilah sebagai seorang mukmin yang disebut dalam firman Allah Swt,
فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَوَهَبْنَا لَهُۥ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُۥ زَوْجَهُۥٓ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ
Arab-Latin: Fastajabnā lahụ wa wahabnā lahụ yaḥyā wa aṣlaḥnā lahụ zaujah, innahum kānụ yusāri’ụna fil-khairāti wa yad’ụnanā ragabaw wa rahabā, wa kānụ lanā khāsyi’īn
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Qs Al-Anbiya: 90)
Kesempatan masih terbuka lebar untuk kita dan perbekalan di hadapan kita, maka janganlah sia-siakan kesempatan itu dan dengarlah apa yang disabdakan Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam dari hadis Anas ra, “Barangsiapa yang melakukan shalat subuh berjamaah kemudian ia duduk untuk mengingat Allah Swt hingga matahari terbit kemudian ia shalat dua rakaat, kakak begini pala seperti pahala haji dan umroh secara sempurna, sempurna, dan sempurna.”
BACA JUGA: INI 4 ADAB SETELAH MAKAN YANG JARANG DIKETAHUI
Ketika seorang hamba mendengar hadis-hadis gini atau membacanya, maka ia seharusnya semakin bertambah semangat. Namun sangat disayangkan bahwa orang-orang awam kita dapatkan mereka yang lebih kuat dalam bergairah tanpa beribadah dibanding dengan orang-orang multazimin itu. []
Keyword: