Hampir dipastikan semua orang yang hidup di alam semesta ini pernah mengalami yang namanya sakit. Bahkan, Rasul utusan Allah Azza wa Jalla Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sekalipun pernah mengalami sakit, baik secara medis maupun nonmedis. Karena itulah, berobat dari sakit/penyakit yang diderita merupakan perintah yang bersifat anjuran atau mandub di dalam ajaran Islam seperti yang diutarakan di sejumlah hadis Nabi shalallahu alaihi wa sallam.
Kembali lagi ke pembahsan utama kita berkaitan dengan sakit dan puasa Ramadan. Dalam fikih puasa Ramadan disebutkan bahwa orang yang mengalami sakit di bulan Ramadan maka terdapat rukhsah baginya untuk berbuka alias tidak berpuasa. Sebagai gantinya, ia harus mengqodla puasanya setelah Ramadan ketika dirinya telah pulih/sembuh dari sakit yang dideritanya. Namun, pertanyaannya kondisi sakti seperti apa yang membuat seorang muslim mendapat rukhsah boleh tidak berpuasa di bulan suci Ramadan?
Ustaz Abdulbar menerangkan dalam laman facebooknya bahwa terdapat dua kondisi atau jenis sakit pada seseorang di bulan Ramadan. Pertama, sakit yang membolehkan seseorang tidak berpuasa dan yang kedua, sakit yang tetap tidak boleh membatalkan puasanya, artinya ia tetap wajib berpuasa.
Untuk sakit jenis pertama, dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Munajjid حفظه الله تعالى melalui hasil pembacaannya atas berbagai pendapat ulama. Beliau menyatakan:
ذهب أكثر العلماء ومنهم الأئمة الأربعة إلى أن المريض لا يجوز له أن يفطر في رمضان إلا إذا كان مرضه شديدا
“Kebanyakan ulama–dan di antara mereka adalah para imam empat madzhab–berpendapat bahwa orang sakit haram (laa yajuz) tidak berpuasa di bulan Ramadan, kecuali jika sakitnya adalah sakit yang parah.”
Masih menurut beliau, yang dimaksud sakit parah di sini adalah (lihat SS):
- Sakitnya akan bertambah (parah) jika dia tetap berpuasa
- Kesembuhannya akan berjalan lamban jika dia tetap berpuasa
- Kepayahan yang sangat akan menimpanya, jika dia tetap berpuasa. Meskipun kalau dia tetap berpuasa, sakit nya tak akan bertambah parah dan kesembuhannya pun tidak akan berjalan lamban.
Imam Ahmad رحمه الله تعالى pernah ditanya:
متى يفطر المريض؟ قال إذا لم يستطع. قيل مثل الحمى؟ قال وأي مرض أشد من الحمى
“Kapan orang sakit boleh tidak berpuasa? Beliau menjawab, apabila ia sudah tidak sanggup (berpuasa). Dikatakan, apakah seperti demam tinggi? Beliau kembali menjawab, adakah sakit yang lebih dahsyat daripada demam tinggi?!” (Lihat al-mughni, juz 4 hlm 403)
Adapun untuk jenis sakit yang kedua adalah sakit yang bukan sakit jenis pertama di atas alias cuma sakit ringan, yaitu sakit yang:
- Jika tetap berpuasa, sakitnya tidak bertambah parah.
- Jika tetap berpuasa, kesembuhannya tetap berjalan normal-normal saja.
- Jika tetap berpuasa, dia tidak akan mendapati kepayahan yang sangat. Ya meskipun ada sedikit kepayahan, tetapi sama sekali tidak begitu memberikan pengaruh pada puasanya.
Imam an-Nawawi رحمه الله تعالى menyatakan:
وأما المريض اليسير الذي لا يلحق به مشقة ظاهرة لم يجز له الفطر بلا خلاف عندنا
“Adapun orang yang sakit ringan dimana dia tidak ditimpa kepayahan yang berarti, maka dia haram tidak berpuasa, tanpa ada perbedaan pendapat di sisi madzhab kami.” (Lihat al-majmu’ juz 6 hlm 261)
Dengan demikian, sakit yang sama sekali tidak begitu berpengaruh karena sebab melakukan puasa seperti flu, sakit kepala biasa, sakit gigi, batuk-batuk biasa, dan yang semacam itu semua, maka hal demikian tidak dianggap sebagai sebab sakit yang membolehkan untuk tidak berpuasa.
Terakhir, tadi ada inbox yang masuk ke saya. Si penginbox bertanya dgn pertanyaan yang cukup panjang, tapi inti pertanyannya adalah bolehkah tidak berpuasa jika dengan berpuasa, sakit parahnya akan kambuh?
Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah boleh karena hal itu dianggap masuk dalam makna sakit meskipun sakitnya belum terjadi. Syaikh al-Munajjid menyatakan:
وألحق به العلماء من يخشى حصول المرض بسبب الصيام
“Para ulama mengikutkan ke dalam jenis sakit, pada orang yang KHAWATIR SAKIT PARAH dengan sebab melakukan puasa.”
Oleh karena itu, jika ada orang yang khawatir sakit parahnya kambuh lagi karena sebab melakukan puasa, maka dia boleh tidak berpuasa pada kondisi tersebut. Wallahu a’lam. []