Salah satu permasalahan utama yang kerap terjadi dalam membangun hubungan antara orang tua dan anak adalah KOMUNIKASI. Menghadapi situasi pelik ketika sedang mengasuh anak, tidak sedikit orang tua yang mudah terpancing emosinya. Akibatnya, bentuk komunikasi yang terjadi pada anak pun tidak berjalan dengan baik dan dirasa tak nyaman bagi kedua belah pihak.
Sadar atau tidak ketika anak banyak mendapatkan bentuk-bentuk komunikasi yang membuatnya tidak nyaman, bisa jadi hal itu membuat dia tidak tumbuh secara optimal. Contohnya, banyak orang dewasa yang tergagap-gagap menyampaikan idenya karena mungkin sedari kecil ia sering menerima bentakan.
Jangan sampai kita gagal membangun skill komunikasi yang tepat pada anak karena hal itu akan memengaruhi kualitas kehidupannya kelak. Entah itu saat ia mulai bersekolah, bekerja, bahkan saat harus berumah tangga. Jangan sampai ia mewarisi skill komunikasi yang buruk dari orangtuanya yang kemudian akan ia terapkan di lingkungan tempat ia hidup dan bertumbuh.
Melansir dari Islampos.com, ternyata kita bisa memperbaiki komunikasi orang tua dan anak ketika mengetahui kesalahan-kesalahan umum orang tua dalam berkomunikasi dengan anak.
Apa sajakah itu?
Berikut 12 kesalahan orang tua dalam berkomunikasi terhadap anak.
1. Direct Melulu
Maksudnya? Dalam komunikasi, orang tua selalu men-direct anaknya alias mengarahkan terus anaknya. Dia langsung memberitahu apa yang harus dikerjakan anaknya. Orangtua merasa oriter, merasa dirinya paling benar.
Segala bantahan anak dinilai negatif. Hal ini kurang bagus buat perkembangan anak, karena anak akan mengalami minus inisiatif. Dia tidak terbiasa berpikir pada solusi jika menghadapi masalah di kemudian hari.
Yang ada, ketika mendapat masalah, dia akan menunggu-nunggu. Padahal, zaman now, kita butuh orang yang inisiatifnya tinggi jika ingin berperan besar.
2. Komunikasi Hanya 1 Arah
Orang tua tidak memberi jeda kepada anak untuk merespon apa pesan yang disampaikan orang tua. Belum sempat menjawab, anaknya sudah diberondong pertanyaan yang bejibun jumlahnya. Jadilah orang tua yang memberi kesempatan kepada anak untuk menjalankan critical thinking-nya.
Biar dia kepake otaknya untuk menghubungkan data yang ia terima. Tidak melulu menerima doktrin-doktrin belaka, agar otaknya sehat dan banyak koneksi di neuron-nya.
3. Bernada kelewat Tinggi di 5 Oktaf dan Bicara Penuh Amarah
Orangtua kerap kali bicara dengan nada tinggi kepada anak. Dia berharap, dengan nada tinggi, anaknya langsung patuh dan mengerjakan apa yang diperintahkan. Mungkin anaknya akan patuh saat itu, tapi sesungguhnya dia merasa tidak nyaman. Bisa jadi dia patuh karena takut saja.
Ketika orangtuanya sudah tidak ada, dia akan 180 derajat berbalik arah melakukan apa-apa yang dilarang, dan tidak melakukan apa-apa yang disuruh orangtuanya. Untuk itu, bicaralah dengan nada 2 oktaf. Itu seperti orang sedang duduk berdampingan, lalu berbicara secukupnya agar suara terdengar ke orang sebelahnya.
Jangan sampai nada tinggi nan penuh amarah dari orang tua membuat pesan yang terdelivery ke anak adalah justru RASA AMARAHNYA. Ingat, rasa amarah itu, akan selalu membuat anak bahkan orang dewasa sekalipun tidak nyaman, bahkan membuat trauma.
4. No eye-contact sama sekali
Contohnya saat ibunya dii dapur dan anaknya ternyata di teras, lalu ibunya teriak, “Nak, tolong beliin mamak bawang merah di warung sebelah ya…. Ini ambil uangnya ke sini…” Bisa saja anak paham pesan kita, tapi kita sedang mengajarkan cara komunikasi yang TIDAK HORMAT kepada anak kita.
Ia kelak meniru hal yang sama kepada orang lain. Komunikasi akan efektif bila kita tatap mata anak dari jarak 45 cm maka pesan yang kita maksud akan tersampaikan dengan baik,
5. Eye-level tidak sama.
Misalnya orangtua berdiri, tinggi posisinya, sementara anak ada di bawah dan dia harus mendongak melihat orangtuanya di ketinggian. Menggambarkan hubungan bos dan anak buah. Jika hal ini berlangsung terus, anak bisa jadi takut ke orangtua. Ada masalah, dia akan pendam. Lama-lama jadi bibit penyakit karena hormonnya tidak stabil. Ada masalah dipikirin terus, tanpa dibicarakan atau dicari solusinya.
Sebaiknya, orang dewasa jongkok menyesuaikan posisi tinggi anak ketika bicara dengan anak tersebut. Setarakan level mata kita.
Insya Allah pembahasan akan di lanjut pada halaman berikutnya.