Islam sangat memperhatikan masa muda, sehingga para pemuda muslim seharusnya tidak menjadi generasi yang tanpa nilai diri. Sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Hakim,
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya 4: 341. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya. Dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini shahih)
BACA JUGA : 3 LANGKAH MUDAH MEMBENTUK HABITS
Menggunakan masa muda dan waktu-waktu hidup untuk menuntut ilmu, tidak tertipu oleh fatamorgana angan dan penundaan, karena satu saat dari umur yang berlalu dan angan tidak mempunyai ganti dan kompensasi.
Sebab pemuda merupaka tulang punggung yang mampu membentuk pergerakan, dan mereka yang masih berada dalam masa mudanya yang memiliki kekuatan sehingga mampu produktid dan berkontribusi terus menerus.
Sebab para pemuda juga lah yang pada akhirnya menjadi penerus dakwah agama ini, senantiasa memberikan edukasi kepada masyarakat dan umat secara luas.
Oleh karenanya, manfaatkan masa muda untuk menuntut ilmu agar menjadi pemuda yang matang dengan keilmuan sehingga memberikan kemaslahatan bagi umat.
Maka hendaknya di masa muda menyisihkan apa yang mampu untuk disisihkan berupa hubungan-hubungan yang menyibukkan dan rintangan-rintangan yang menghadang kesempurnaan menuntut ilmu, mengerahkan seluruh kesungguhan dan meningkatkan keseriusan dalam menuntut ilmu.
Sebab ia seperti pembegal, karena itu as-Salaf menganjurkan penuntut ilmu agar merantau meninggalkan keluarga dan negerinya sebagai orang asing. Karena jika pemikiran bercabang, maka ia lemah dalam mengetahui hakikat-hakikat dan hal-hal yang detail.
مَّا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِى جَوْفِهِۦ ۚ
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya.” (QS. Al-Ahzab: 4)
Karena itu ada yang berkata,
الْعِلْمُ لَا يُعْطِيكَ بَعْضَهُ حَتَّى تُعْطِيَهُ كُلَّكَ.
“Ilmu tidak memberimu sebagian darinya sebelum kamu memberinya dirimu secara total.“
Al-Khathib al-Baghdadi menukil dalam al-Jami dari salah satu ulama, bahwa dia berkata, “Ilmu ini tidak bisa diraih kecuali oleh siapa yang menutup kiosnya, membiarkan kebunnya, meninggalkan saudara-saudaranya, dan ketika kerabatnya yang paling dekat meninggal dunia, dia tidak menghadiri jenazahnya.”
Sekalipun ucapan ini berlebih-lebihan, namun maksudnya adalah memfokuskan hati dan menyatukan pikiran untuk ilmu.
Ada yang berkata, “Sebagian syaikh memerintahkan seorang muridnya melakukan seperti pendapat al- Khathib, maka masalah terakhir yang syaikh perintahkan kepadanya adalah, celuplah pakaianmu dengan warna gelap agar kamu tidak sibuk memikirkan bagaimana mencucinya.”
Di antara yang dikatakan dari asy-Syafi’i, bahwa dia berkata,
لَوْ كُلِفْتُ شِرَاءَ بَصَلَةٍ مَا فَهِمْتُ مَسْأَلَةٌ.
“Seandainya aku diminta membeli sebiji bawang merah, niscaya aku tidak memahami satu masalah (apalagi kalau dibebani banyak hal).”
Adapun cara lain agar membuat masa mudanya lebih terjaga dan terfokuskan, maka hendaknya berkumpulah dan dekatlah dengan para ulama terpercaya. Agar pemuda tidak hanya terdorong semangat tanpa arahan, namun benar-benar memiliki guru yang mampu mengarahkan.
BACA JUGA : ADAB-ADAB BERDOA AGAR DIKABULKAN HAJATNYA
Sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (QS. An-Nisaa [4]: 83)
Wallahu a’lam. []