mafatih.or.id
  • Beranda
  • Pemberdayaan Wakaf
  • Donasi
    • Gotong Royong Bangun Pesantren Hafizh Al-Qur’an
    • INFAQ KURMA + PESANTREN TAHFIZH AL-QUR’AN
  • Blog
22 April 2021 by Qoryah Quran Mafatih

Fidyah Puasa bagi Siapa dan Bagaimana Cara Membayarnya?

Fidyah Puasa bagi Siapa dan Bagaimana Cara Membayarnya?
22 April 2021 by Qoryah Quran Mafatih

Islam merupakan agama yang penuh rahmat dan terdapat kemudahan dalam pengamalannya. Pasalnya, dalam prinsipnya agama itu mudah atau mempermudah urusan manusia bukan sebaliknya mempersulit hingga menjadi beban bagi manusia.

Dalam konteks ibadah fardhu (wajib) seperti shalat, misalnya, yang merupakan tiang agama dan rukun Islam yang kedua maka terdapat kemudahan dalam pelaksanaanya. Apabila seorang muslim tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri, diperbolehkan baginya shalat dengan cara duduk. Apabila tidak bisa duduk, boleh baginya shalat dengan cara berbaring (tidur menyamping menghadap kiblat ataupun terlentang jika tidak mampu). Bahkan, apabila masih tidak mampu juga mungkin karena sakit parah yang seseorang itu derita, ia pun masih bisa menunaikan kewajiban shalatnya meski dengan isyarat kedipan mata sekalipun. Masya Allah, Allahu Akbar betapa rahman dan rahimnya Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam mempermudah perkara kewajiban ibadah kepada-Nya.

Termasuk dalam hal ini juga adalah saum Ramadan. Pada bulan suci Ramadan ini seluruh umat Islam yang sudah baligh (mukallaf) diwajibkan untuk berpuasa. Namun, terdapat keringanan atau kemudahan bagi yang tidak mampu menunaikan kewajiban saum/puasa di bulan suci yang penuh berkah ini. Apa keringanan tersebut dan bagaimana cara pelaksanaannya?

Seorang muslim yang tidak mampu menunaikan puasa Ramdan dengan uzur syari maka ia pun diperbolehkan untuk berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya ia harus mengeluarkan fidyah. Fidyah puasa merupakan pengganti (badal) dari puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadhan, berupa memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 260).

Adapun kaifiat atau tata cara pelaksanaan fidyah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ustaz Shidiq al-Jawi di mediaumat.com adalah sebagai berikut.

Siapakah yang wajib mengeluarkan fidyah? Menurut Syeikh Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah dalam kitabnya Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, mereka yang wajib membayar fidyah ada tiga golongan; Pertama, orang-orang yang tak mampu berpuasa, yaitu laki-laki atau perempuan yang sudah lanjut usia yang tak mampu lagi berpuasa, dan orang sakit yang tak mampu berpuasa yang tak dapat diharap kesembuhannya. Dalilnya firman Allah SWT (yang artinya), ”Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (maka jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (wa ‘alalladziina yuthiiquunahu fidyatun tha’aamu miskiin) (QS Al Baqarah [2] : 184). Ibnu Abbas ra menafsirkan ayat tersebut dengan berkata, ”Ayat tersebut tidaklah mansukh (dihapus hukumnya), tetapi yang dimaksud adalah laki-laki lanjut usia (al syaikh al kabiir) dan perempuan lanjut usia (al mar`ah al kabirah) yang tak mampu lagi berpuasa, maka keduanya memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.” (HR Bukhari, Abu Dawud, Nasa`i, Daruquthni). Disamakan hukumnya dengan orang lanjut usia tersebut, orang sakit yang tak mampu berpuasa yang tak dapat diharap kesembuhannya. (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 202 & 206).

Kedua, orang yang mati dalam keadaan mempunyai utang puasa yang wajib di-qadha`. Dalam hal ini hukumnya boleh, tidak wajib, bagi wali (keluarga) orang yang mati tersebut untuk membayar fidyah. Pihak wali (keluarga) dari orang mati tersebut boleh memilih antara meng-qadha` puasa atau memilih membayar fidyah dari puasa yang ditinggalkan oleh orang mati tersebut. Pendapat bolehnya membayar fidyah bagi orang yang mati, merupakan pendapat beberapa sahabat Nabi SAW, yaitu Umar bin Khaththab, Ibnu ‘Umar, dan Ibnu Abbas, radhiyallahu ‘anhum. (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 207).

Ketiga, suami yang menggauli istrinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan tak mampu membayar kaffarah berupa puasa dua bulan berturut-turut. Suami ini wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan 60 (enam puluh) orang miskin. (HR Bukhari no 6164; Muslim no 2559). (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 207). Adapun bagi perempuan hamil dan menyusui, juga orang yang menunda qadha` puasa hingga masuk Ramadhan berikutnya, menurut pendapat yang rajih, tak ada kewajiban fidyah atas mereka. Mereka hanya diwajibkan meng-qadha` puasanya. (Mushannaf Abdur Razaq, no 7564, Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hlm. 210, Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 872, Yusuf Qaradhawi, Fiqhush Shiyam, hlm. 64).

Cara membayar fidyah dengan memberi bahan makanan pokok (ghaalibu quut al balad) kepada satu orang miskin sebanyak satu mud untuk satu hari tidak berpuasa. Jika tak berpuasa sehari, fidyahnya satu mud. Jika dua hari, fidyahnya dua mud, dan seterusnya. Mud adalah ukuran takaran (bukan berat) yang setara dengan takaran 544 gram gandum (al qamhu). Untuk Indonesia, fidyah dikeluarkan dalam bentuk beras. (Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hlm. 62, Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/687).

Menurut ulama Hanafiyah, boleh fidyah dibayarkan dengan nilainya (qiimatuhu), yaitu dalam bentuk uang yang senilai. Sedang menurut ulama jumhur (Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah), tidak boleh dibayar dengan nilainya. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/687).

Kami cenderung kepada pendapat jumhur, sebab secara jelas nash QS Al Baqarah: 184 menyebutkan pembayaran fidyah adalah dalam bentuk makanan (tha’aam), sesuai firman Allah, “fidyatun tha’aamu miskin.” Selain itu membayar fidyah dalam bentuk makanan adalah apa yang diamalkan oleh para sahabat Nabi SAW, seperti Ibnu Abbas dan Anas bin Malik RA. (Imam Syirazi, Al Muhadzdzab, 1/178). Wallahu a’lam.[]

Previous article[Kontroversi] Vaksinasi dengan Bahan yang Mengandung Zat Haram, Bolehkah?Next article Sakit yang Membolehkan Seseorang Tidak Berpuasa dan Tidak Boleh Membatalkan Puasanya

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

About The Blog

Nulla laoreet vestibulum turpis non finibus. Proin interdum a tortor sit amet mollis. Maecenas sollicitudin accumsan enim, ut aliquet risus.

Recent Posts

Pentingnya Menjadikan Rasulullah sebagai Idola sang Anak31 Januari 2023
Manfaatkan Masa Muda, Fokuskan Hati di Atas Ilmu31 Januari 2023
Untuk Para Penuntut Ilmu, Ini Adab Berkhidmat kepada Guru31 Januari 2023

Kategori

  • Tak Berkategori

Meta

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

Tag

adab AGEN OF CHANGE ajal alquran anak anak saleh bahaya utang dakwah fidyah hafiz ibadah ibadah puasa ibadah ramadan idul fitri ilmu islam kematian kenakalan anak keutamaan ramadhan komunikasi anak lisan mendidik anak nasihat nasihat lukman pemuda pendidikan pendidikan anak pendidikan islam penghafalAlquran pesantren puasa puasa ramadan puasa syawal Ramadan ramadhan remaja remajaislam rezeki santri saum ramadan sekuler sukses syawal utang ZAKAT

Yuk! Raih Kemuliaan bersama Pesantren Al-Qur’an Mafatih, Melahirkan Khadimul Al-Qur’an ( Para Penghafal Al-Quran, Dai dan Guru Al-Quran) untuk Indonesia.

Tentang Kami

  • Beranda
  • Pemberdayaan Wakaf
  • Donasi
    • Gotong Royong Bangun Pesantren Hafizh Al-Qur’an
    • INFAQ KURMA + PESANTREN TAHFIZH AL-QUR’AN
  • Blog

HUBUNGI KAMI

+62812-8639-653

Alamat kami

Legokhuni, Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat 41174

About This Sidebar

You can quickly hide this sidebar by removing widgets from the Hidden Sidebar Settings.

Recent Posts

Pentingnya Menjadikan Rasulullah sebagai Idola sang Anak31 Januari 2023
Manfaatkan Masa Muda, Fokuskan Hati di Atas Ilmu31 Januari 2023
Untuk Para Penuntut Ilmu, Ini Adab Berkhidmat kepada Guru31 Januari 2023

Kategori

  • Tak Berkategori

Meta

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org