Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar. laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil-hamd. Gema takbir berkumandang di seantero pelosok negeri seiring menandakan berakhirnya Ramadan dan tibalah hari yang fitri 1 Syawal 1442 H. Masyarakat pun begitu antusias menyambut hari raya Idul Fitri setelah pemerintah Indonesia melalui kementerian agama mengumumkan bahwa 1 Syawal 1442 H tahun ini jatuh pada tanggal 13 Mei 2021 M.
Beragam cara dilakukan oleh kaum muslim untuk menyemarakkan hari raya Idul Fitri. Mulai dari meramaikan masjid dengan gema takbir sepanjang malam, berbondong-bondong mendatangi masjid atau lapang untuk menunaikan shalat sunnah Id pada pagi harinya secara berjamaah, memakai pakaian serbabaru, berkumpul bersama keluarga, ziarah, dan lain sebagainya. Termasuk juga bertebarannya pamflet/poster dengan tulisan “taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim” yang mendominasi di berbagai media. Semua itu merupakan ekspresi umat atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal lainnya yang dapat membatalkan dan merusak pahala puasa Ramadhan sebulan penuh.
Sejarah Asal Usul Hari Raya Idul Fitri
Sejarah hari raya Idul Fitri tidak bisa lepas dari dua peristiwa, yaitu peristiwa Perang Badar dan hari raya masyarakat jahiliyah. Pertama, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri pada tahun ke-2 Hijriah. Saat itu bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang badar. Kemenangan itu menjadi sejarah bahwa di balik perayaan Idul Fitri ada histeria dan perjuangan para sahabat untuk meraih kemenangan dan menjayakan Islam. Oleh karenanya, setelah kemenangan diraih umat Islam, secara tidak langsung mereka merayakan dua kemenangan, yaitu kemenangan atas dirinya yang telah berhasil berpuasa selama satu bulan, dan kemenangan dalam Perang Badar.
Kedua, sebelum Islam datang, kaum Arab jahiliyah mempunyai dua hari raya yang dirayakan dengan sangat meriah. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa asal-usul disyariatkannya hari raya ini tidak lepas dari tradisi orang jahiliyah yang mempunyai kebiasaan khusus untuk bermain dalam dua hari, yang kemudian dua hari itu oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diganti menjadi hari yang lebih baik, dan perayaan yang lebih baik pula, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad ﷺ datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha” (HR Abu Dawud & an-Nasa’i)
Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah fil Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh kaum jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Marjaan. Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora, dan di isi dengan mabuk-mabukan dan menari. Dikatakan, bahwa Nairuz dan Marjaan merupakan hari raya orang Persia kuno. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah ﷺ mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah subhanahu wata’ala. (Lihat, Risalah fil Aqaid, juz 3, h. 68)
Begitupun Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, as-Sunanul Kubra, menampilkan bunyi hadisnya secara jelas. Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa membangun negeri kaum ajam (selain arab), kemudian meramaikan hari-hari nairuz dan mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.” (Imam al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, juz 9, h. 234)
Keutamaan Hari Raya Idul Fitri
Hari raya Idul Fitri tidak hanya sebuah momentum atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa mencederai pahala puasa. Lebih dari itu, hari raya Idul Fitri merupakan suatu hari yang harus dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah shalat hari raya Idul Fitri.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad ﷺ, bahwa Nabi bersabda: ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan’. Maka Allah swt berfirman: wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.
Makna dan Esensi Hari Raya
Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam kitabnya Hasiyah al-Bujairami alal Khatib memaknai esensi hari raya bukan sekadar tentang pakaian baru dan sesuatu yang serbabaru, meski pada dasarnya dianjurkan (baca: sunnah) menggunakan pakaian baru, pada hakikatnya bukan itu maksud dan makna dari hari raya yang sesungguhnya. Syekh Sulaiman mengatakan:
“Faidah: Allah swt menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya jum’at, hari raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib, juz 5, h. 412)
Betapapun demikian, sah-sah saja menggunakan pakaian baru untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Pasalnya, pakaian baru bagaikan simbol dari bersihnya hati, dan sebagai syiar Islam ketika hari raya Fitri. Namun, semua itu akan lebih baik jika diimbangi dengan melaksanakan dan mengutamakan ibadah di bulan Ramadhan. []
Sumber: NU.or.id