Hidup pada era modern atau milenial seperti sekarang ini memang tak mudah. Gaya hidup yang serba materialistis dan konsumtif membuat tak sedikit orang yang terjebak dalam jeratan riba dan lilitan utang. Demi memenuhi hasrat cinta dunianya yang berlebihan itu, mereka pun rela menggadaikan segalanya, bahkan hingga kehormatan dan akidah sekalipun. Naudzubillahi mindzalik.
Seseorang yang sudah terjerat dalam jebakan riba dan utang niscaya hidupnya akan jauh dari rahmat dan barokah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Pasalnya, bagaimana hidupnya akan berkah dan dirahmati Allah kalau perbuatannya yang ada justru menantang perang Sang Pencipta.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279)
Begitu pula dengan perilaku berutang yang pada zaman milenial sekarang ini tampaknya sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Tentu saja hal tersebut, sangat tercela jika seseorang berutang bukan karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan primer/pokok, melainkan hanya untuk memenuhi gaya hidup atau kebutuhan tersier. Padahal, perbuatan tersebut sangat tidak baik dan termasuk perilaku buruk bagi seorang muslim, khususnya.
Dalam sejumlah hadis, Rasulullah peringatkan kaum muslimin akan tiga dampak buruk yang diakibatkan oleh UTANG. Berikut di antaranya:
- Menjadikan seseorang suka berdusta dan ingkar janji
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas mengingkari” (HR. Al-Bukhari).
- Menyebabkan kesedihan pada malam hari dan kehinaan siang harinya
Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menolak untuk menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya.
- Dosa orang yang memiliki utang tidak terhapuskan sekalipun dia mati syahid sebagai syuhada.
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiallah ‘anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Akan diampuni seluruh dosa orang yang mati syahid, kecuali utang.” (HR. Muslim)
Jadi, masih berani berutang? Yuk kita tinggalkan konsep hidup mewah dengan berutang, apalagi riba, dan kembali dengan hidup qona’ah, sejahtera dalam naungan syariat Allah subhanahu wa ta’ala.
Alhamdulillah bisa bertambah ilmu, saya saat ini sedang belajar untuk meninggalkan riba dan tidak ingin membuka kembali.
Namun bagaimana ya kalo berhutang tapi tidak riba untuk menyekolahkan anak?
Alhamdulillah.. aamiin semoga istikomah dan dimudahkan segala urusannya sama Allah ya Bu. Selama berutang itu untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer, seperti halnya pendidikan/sekolah anak, insya Allah bukan hal yang tercela ya Bu. Semoga bermanfaat.